Sabtu, 03 Maret 2012

Guidelines and Ethical Considerations for Assessment Center Operations (translated to bahasa) - part 3


Pedoman  dan Pertimbangan Etik Pelaksanaan Assessment Center 
International Task Force on Assessment Center Guidelines
(diterbitkan dalam International Journal of Selection and Assessment, Volume 17 Number 3 September 2009, Blackwell Publishing Ltd)
diterjemahkan oleh: ahmad fuady


3.    Definisi assessment center
Assessment center adalah evaluasi perilaku yang terstandar berdasarkan multi input. Menggunakan beberapa observer terlatih dan teknik observasi. Sebagian besar penilaian tentang perilaku didapat dari penilaian simulasi yang dikembangkan secara khusus. Penilaian tersebut kemudian disatukan dalam rapat asesor melalui proses integrasi statistik. Dalam diskusi integrasi, dilakukan penyatuan perhitungan menyeluruh terhadap perilaku – seringkali juga dilakukan penilaian perilaku pada tahap ini. Diskusi menghasilkan evaluasi performa assessee (peserta assessment) pada dimensi atau variabel-variabel yang menjadi objek ukur assessment center. Metode kombinasi statistik harus valid sesuai dengan standar profesional.

      Teknologi mungkin bisa digunakan untuk memfasilitasi penulisan laporan, mempresentasikan materi exercise, menskoring dimensi, mengklasifikasi perilaku, dan lain-lain, selama tidak mengkompromikan elemen-elemen penting dibawah dan validitas standar terpenuhi.
      Ada perbedaan antara assessment center dengan metodologi assessment center. Berbagai fitur di metodologi assessment center yang digunakan dalam prosedur tidak memenuhi panduan yang diuraikan dalam pedoman ini, seperti disaat ketika ilmuan psikologi atau profesional SDM, bekerja sendiri, menggunakan simulasi sebagai bagian dari evaluasi individu. Perosedur assessment personil yang tidak tercakup dalam panduan ini; semuanya harus dinilai sesuai dengan tujuannya. Semua prosedur yang tidak mengikuti pedoman ini secara keseluruhan seharusnya tidak bisa katakan sebagai assessment centre atau secara tidak langsung dinyatakan sebagai assessment center dengan menggunakan istilah “assessment center” sebagai salah satu bagian judulnya.
      Berikut adalah elemen esensial pada proses kegiatan yang bisa dipertimbangkan sebagai assessment center:
  1. Job analysis/competency modeling (analisis pekerjaan/pemodelan kompetensi) – analisis pekerjaan mengenai perilaku relevan yang harus dilakukan untuk menentukan dimensi atau kompetensi penting bagi kesuksesan pekerjaan, untuk mengidentifikasi apa yang harus dievaluasi oleh assessment center. Dalam dokumen ini istilah ‘dimensi’ dan ‘kompetensi’ digunakan secara bergantian dengan maksud yang sama.
Tipe dan jenis analisis pekerjaan yang dilakukan tergantung pada tujuan assessment, kompleksitas pekerjaan, kesesuaian dan ketepatan informasi sebelumnya mengenai pekerjaan, dan kesamaan antara pekerjaan baru dengan pekerjaan yang telah dipelajari sebelumnya.
Jika analisis dan penelitian terdahulu mengenai pekerjaan dijadikan sebagai dasar untuk memilih dimensi dan simulasi untuk pekerjaan baru, harus disertakan dengan bukti-bukti  tentang perbandingan atau kemampuan generalisasi simulasi-simulasi tersebut terhadap pekerjaan yang diukur.
Jika pekerjaan yang menjadi target tidak benar-benar eksis, analisis bisa dilakukan melalui tugas atau peran aktual maupun proyeksi tugas dan peran yang akan menyusun pekerjaan baru, posisi, level pekerjaan atau kelompok kerja.
Dimensi yang menjadi target assessment juga dapat diidentifikasi dari analisis terhadap visi, nilai, strategi atau sasaran utama perusahaan.
Prosedur competency modeling mungkin bisa digunakan untuk menentukan dimensi yang akan diukur oleh assessment center, ketika prosedur ini dilaksanakan dengan kekakuan yang sama seperti halnya metode analisis pekerjaan tradisional. Kekakuan tersebut dimaksudkan sebagai keterlibatan seorang ahli dalam subjek yang dipermasahkan (SME-Subject Matter Expert) yang memiliki pengetahuan tentang tuntutan pekerjaan, pengumpulan dan pengevaluasian kuantitatif terhadap aspek inti pekerjaan, dan menghasilkan bukti-bukti tentang hasil kerja yang reliabel. Analisis pekerjaan atau proses competency-modeling apapun harus menghasilkan spesifikasi kategori perilaku yang  jelas, yang bisa diobservasi dalam assessment center.
Sebuah kompetensi mungkin atau tidak mungkin dapat diterima  dalam assessment perilaku sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen ini. Kompetensi yang digunakan dalam berbagai macam sumber kontemporer, merujuk pada kekuatan organisasi, tujuan organisasi, tujuan yang bernilai, konstruk atau kelompok perilaku atau atribut yang terkait dengan pekerjaan. Kompetensi mungkin saja dipertimbangkan sebagai dimensi perilaku dalam tujuan pengukuran dalam penyelenggaraan assessment center, bisa ditetapkan dengan tepat dan diekspresikan dalam istilah-istilah yang bisa diobservasi dalam pekerjaan atau dalam job family dan dalam kegiatan simulasi. Kompetensi juga harus ditampilkan berhubungan dengan kesuksesan dalam hal target pekerjaan atau posisi atau job family.  
  1. Behavioral classification (pengklasifikasian perilaku) – perilaku yang ditampilkan oleh peserta harus dikelompokkan ke dalam kategori yang bermakna dan relevan dengan kategori seperti dimensi perilaku, atribut, karakteristik, sikap, kualitas, keterampilan, kemampuan, kompetensi atau pengetahuan. Dalam Pedoman ini, terminologi ‘dimensi’ digunakan sebagai gambaran umum setiap jenis kategori perilaku tersebut. Sementara, skema pengklasifikasian lain mungkin juga bisa digunakan. Misalnya, kategori bisa saja merefleksikan kompenen pekerjaan yang menjadi target ataupun assessment itu sendiri.
  2. Assessment techniques (teknik-teknik pengukuran)teknik-teknik yang digunakan dalam assessment center harus dirancang untuk menghasilkan informasi untuk mengevaluasi dimensi yang telah ditentukan sebelumnya dalam job analysis. Perancang assessment center harus menetapkan hubungan antara perilaku dengan dimensi dan dengan teknik assessment. Hubungan ini harus didokumentasikan dalam matriks dimensi x teknik assessment.
  3. Multiple assessment (pengukuran berulang)teknik multiple assessment harus digunakan. Ini bisa meliputi penggunaan tes, interview, kuisioner, dan simulasi. Teknik assessment dikembangkan atau dipilih untuk memperoleh perilaku yang bervariasi dan informasi yang relevan dengan dimensi yang telah ditentukan. Data Self-assessment dan assessment 360o mungkin bisa dikumpulkan sebagai informasi dalam assessment. Teknik assessment akan diujicobakan untuk memastikan bahwa mereka dapat menghasilkan informasi perilaku yang relevan, objektif dan reliabel untuk menjawab keraguan organisasi. Ujicoba mungkin membutuhkan percobaan administrasi teknik dengan partisipan yang sama dengan  kandidat yang akan mengikuti assessment center, melalui kajian ulang dari SME mengenai keakuratan dan representatifitas sampel perilaku, dan/atau bukti dari penggunaan teknik-teknik assessment tersebut pada pekerjaan yang serupa di organisasi yang serupa.
  4. Simulations (simulasi)– teknik assessment harus memiliki sejumlah job-related simulation (simulasi yang berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi target pengukuran) yang cukup sehingga proses assessment mampu menyediakan kesempatan untuk mengobservasi perilaku kandidat yang berhubungan dengan setiap dimensi/kompetensi yang sedang diases. Setidak-tidaknya satu – namun biasanya beberapa – job-related simulation harus ada setiap assessment center. 
Simulasi adalah kegiatan atau teknik yang dirancang untuk memperoleh perilaku yang berhubungan dengan dimensi atau kinerja yang disyaratkan oleh pekerjaan untuk direspon oleh kandidat dalam bentuk perilaku terhadap stimulus situasional. Contoh simulasi termasuk, namun tidak terbatas pada, kegiatan kelompok, in-basket, simulasi interaksi, presentasi, dan pencarian fakta.
Stimulus juga bisa dipresentasikan melalui video, audio atau simulasi virtual yang dilakukan memalui komputer, telepon, video, internet maupun  intranet.
Untuk pekerjaan yang sederhana, satu atau dua job-related simulation mungkin bisa digunakan jika job analysis secara jelas mengindikasikan satu atau dua simulasi tersebut sudah cukup untuk mensimulasikan bagian yang substantif dati pekerjaan yang sedang dievaluasi. Jika menggunakan satu teknik assessment yang komprehensif, maka teknik ini harus memiliki bagian yang secara jelas berhubungan dengan pekerjaan.
Perancang assessment center juga harus hati-hati dalam merancang exercise (exercise dan simulasi merepresentasikan hal yang sama, yaitu teknik pengukuran dalam assessment center) yang reliabel untuk memperoleh banyak perilaku yang berhubungan dengan dimensi yang akan diukur. Kegiatan juga harus memberikan kesempatan yang cukup bagi assessor untuk mengobservasi perilaku yang berhubungan dengan dimensi. Stimulus terdapat dalam simulasi harus sejajar atau mirip dengan stimulus dalam situasi kerja, walaupun mereka muncul dalam situasi yang berbeda. Derajat kejituan yang diinginkan merupakan fungsi yang menjadi tujuan assessment center. Kejituan mungkin relatif rendah pada awal program identifikasi dan seleksi untuk personil non-managerial dan mungkin menjadi relatif tinggi untuk program yang dirancang untuk mendiagnosis kebutuhan training dari manager yang sudah berpengalaman. Assessment center harus memperhatikan (berhati-hati) ketidaksetujuan beberapa assessee (contohnya: mereka yang dengan ras, etnis, umur atau kelompok jenis kelamin tertentu) dengan alasan-alasan yang tidak relevan.
Simulasi perilaku dalam assessment center yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan disini adalah, metode asesmen yang memaksa assessee untuk menampilkan beberapa perilaku secara nyata. Assessee harus dipaksa untuk mendemostrasikan respon yang terencana/terkonsep (constructed response). Prosedur assessment yang memaksa assessee untuk memilih salah satu diantara beberapa alternatif respon yang disediakan, seperti yang bisa kita lihat dalam tes multiple-choice atau kegiatan in-basket multiple-choice terkomputerisasi tidaklah memenuhi persyaratan seperti yang kita maksudkan. Juga wawancara situasional yang hanya menggali ekspresi intensi perilaku juga tidak memenuhi persyaratan. Begitu juga simulasi dan interview dengan tingkat kejituan yang rendah. Walaupun kegitan-kegiatan tersebut dikatakan memiliki hasil pengujian reliabilitas dan validitas yang tinggi, mereka bukanlah merupakan assessment perilaku yang memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam assessment center.
Materi assessment center (seperti simulasi dan kegiatan lain, skala pengukuran, materi pelatihan assessor) adalah merupakan properti intelektual yang dilindungi oleh undang-undang hak cipta internasional. Penghargaan atas hak cipta dan peroperti intelektual orang lain harus dipelihara dalam situasi apapun.
  1. Assessor (penguji) – assessor majemuk harus digunakan untuk mengobservasi dan mengevaluasi setiap assessee.
Ketika memilih assessor, jika memungkinkan, program haruslah memiliki bermacam-macam assessor, baik itu dalam konteks demografis (seperti ras, etnik, umur, jenis kelamin) dan pengalaman (seperti level organisasional, area fungsi kerja, manager, ilmuan psikologi, dll)
Rasio maksimum antara assessee dan assessor adalah hasil fungsi dari beberapa variabel, termasuk  kegiatan yang digunakan, dimensi yang akan dievaluasi, peran assessor, tipe integrasi yang harus dilakukan, jumlah training yang dilakukan assessor, pengalaman assessor dan tujuan assessment center.
Supervisor langsung perserta seharusnya tidak dilibatkan dalam assessment dalam kegiatan assessment center bawahannya ketika data yang dihasilkan mungkin akan digunakan untuk tujuan seleksi atau promosi.
  1. Assessor Training (pelatihan penguji) – assessor harus mendapatkan pelatihan yang cermat dan mendemostrasikan performa yang memenuhi persyaratan yang ada dalam bagian ‘assessor training’ di dokumen ini sebelum mereka berpartisipasi dalam assessment center.
  2. Recording behavior and scoring (pencatatan dan penilaian perilaku)assesor harus menggunakan prosedur sistematis untuk mencatat/merekam perilaku spesifik yang teramati secara akurat pada saat observasi berlangsung. Prosedur ini mungkin meliputi teknik-teknik seperti pencatatan, skala observasi perilaku, atau checklist perilaku. Perekaman audio dan video juga mungkin dilakukan untuk dianalisis kemudian. Ketika menggunakan peralatan berbasis teknologi dalam proses skoring, maka seharusnya pendekatan tersebut terlebih dahulu dievaluasi reliabilitas dan validitasnya.Assessor harus mempersiapkan rekaman/catatan observasi yang dibuat selama proses setiap kegiatan berlangsung sebelum diadakan diskusi integrasi atau integrasi statistik.
  3. Data integration (pengitegrasian data) – integrasi perilaku setiap individu (skor dimensi individu yang disepakati selama kegiatan berlangsung; skor pada kegiatan spesifik; atau secara potensial, tergantung pada tujuan assessment center, skor selama kegiatan kemudian dirembukkan menjadi nilai assessment secara keseluruhan) harus berdasarkan proses penggodokan informasi dari para assessor atau melalui integrasi statistik. Proses tersebut harus dilakukan sesuai dengan standar profesional.
Jika diskusi integrasi yang digunakan, assessor harus mempertimbangkan informasi yang berasal dari teknik assessment untuk setiap dimensi, dan seharusnya tidak memperhatikan informasi-informasi yang tidak relevan dengan dimensi atau tujuan proses assessment.
Metode pengkombinasian hasil evaluasi para assessor terhadap informasi yang didiskusikan dalam sesi integrasi haruslah berdasarkan penilaian individual assessor yang reliabel.
Teknologi komputer juga bisa digunakan untuk mendukung proses integrasi data, selama memenuhi kondisi-kondisi yang dibahas dalam bagian ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar