Jakarta, 17 November 2012
Ahmad Fuady
Siklus Perubahan
Perubahan adalah proses siklis,
seiring dengan kondisi dimana organisasi selalu berbenturan dengan kebutuhan
untuk berubah. Berikut adalah tiga tahapan dalam siklus manajemen perubahan
(gambar 1): pengidentifikasian, melibatkan dan pengimplementasian.
1. Tahap identifikasi
Pada tahap ini, seseorang di
dalam organisasi - biasanya pimpinan senior – menyebarluaskan inisiatif untuk
mengubah proses organisasi yang ada sekarang. Satu suara di level pimpinan
tinggi seringkali adalah langkah awal yang mengokohkan kebutuhan untuk
berubah. Kebutuhan ini kemudian dipresentasikan kepada organisasi dengan cara
menggambarkan hal ihwal keadaan organisasi sekarang, dibandingkan dengan visi
tentang keadaan masa depan yang diinginkan.
Bisa disimpulkan bahwa
mengidentifikasi perubahan yang dibutuhkan organisasi adalah langkah awal yang menjadi
kunci keberhasilan proses perubahan secara keseluruhan. Namun seringkali
organisasi gagal dalam mengidentifikasi dan mengkomunikasikan perubahan yang
mereka butuhkan dengan cara yang bisa dipahami dan bisa diterima oleh semua
anggota organisasi di semua level – dari pimpinan hingga pelaksana. Banyak level
pimpinan dalam organisasi yang tidak mempertimbangkan bagaimana penerimaan
anggota organisasi (di tataran intelektual, emosional dan neurologis) terhadap
perubahan yang direncanakan (atau bahkan hanya rumor tentang perubahan) adalah
faktor yang paling mempengaruhi proses perubahan nantinya.
Untuk memastikan proses perubahan
bisa dilaksanakan dengan sukses, organisasi harus bisa memperkenalkan perubahan
selama proses ke semua anggota organisasi selama tahap identifikasi dengan
cara:
a. .Mendapatkan
perhatian semua anggota organisasi: karena secara psikologis biasanya manusia mempersepsikan perubahan
sebagai gangguan dan sesuatu yang mengacaukan, maka penting untuk
mengarahkan perhatian mereka pada perubahan. Cobalah untuk mengeluarkan anggota organisasi dari
kegiatan rutin mereka – di luar lokasi kerja, jika memungkinkan – bantu mereka
untuk menciptakan rasa butuh berubah secara kolektif dan berkosentrasi pada
pesan-pesan perubahan, sehingga kebutuhan akan perubahan bisa
diinternalisasikan dengan lebih dalam.
b. Selaraskan
gangguan atau kekacauan yang mereka rasakan: secara psikologis gangguan atau
kekacauan adalah konflik antara model mental individu yang ada sekarang (ketika
mereka memikirkan sesuatu) dengan peta mental yang dibutuhkan untuk beroperasi
dalam proses perubahan. Ketika kesenjangan-kesenajngan
ini tidak diselaraskan, setiap anggota organisasi akan merespon perubahan
dengan cara yang berbeda, dan tidak akan menyetujui arah dan bentuk perubahan
yang dibutuhkan organisasi untuk menjadi lebih baik.
Cara terbaik yang bisa dilakukan oleh pimpinan organisasi
untuk dapat melakukan perubahan yang efektif adalah dengan mempertimbangkan
kebutuhan perubahan di setiap level dalam organisasi, tidak hanya kebutuhkan
perubahan yang dirasakan anggota level atas saja. Karena kebutuhan perubahan
yang dirasakan anggota level atas seringkali tidak berasal dari kebutuhan
perubahan yang dirasakan dan dibutuhkan oleh lini bawah dalam mencapai sasaran
yang sudah ditetapkan organisasi, hal ini terjadi biasanya karena anggota level
atas jarang (atau sama sekali tidak pernah bersentuhan) dengan pengalaman kerja
sehari-hari yang dirasakan oleh lini bawah (staff pelaksana).
Berikut beberapa hal yang harus
turut dipertimbangkan ketika mengidentifikasi kebutuhan perubahan organisasi:
· Perasaan
frustasi yang akan dialami oleh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas
baru yang dituntut oleh perubahan,
· Kejelasan
definisi tugas,
· Definisi
tugas dan matriks yang menyelaraskan tugas dengan proses organisasi,
· Pemahaman
terhadap ujung-pangkal proses organisasi
· Dinamika
budaya organisasi yang mungkin menghambat
anggota organisasi untuk bergerak ke arah perubahan.
2. Tahap melibatkan
semua pihak
Begitu kebutuhan perubahan
sudah berhasil diidentifikasi dan dikomunikasikan, tahap kritis berikutnya adalah
untuk melibatkan semua orang dalam proses merencanakan bagaimana cara
organisasi merespon perubahan yang dibutuhkan tersebut. Semua level dalam organisasi harus dilibatkan
dalam dialog perancangan rencana implementasi perubahan. Semua orang harus
diperbolehkan untuk menampilkan reaksi intelektual, emosional dan psikologis
terhadap perubahan yang diinginkan. Dengan menyediakan kesempatan ini, berarti
organisasi mengkondisikan semua orang untuk terlibat dalam ide perubahan dan untuk
menyelaraskan pikiran mereka tentang cara-cara yang dapat membantu semua pihak dalam
mengidentifikasi potensi-potensi area yang akan menjadi masalah dan berkontribusi
positif pada saat pelaksanaan perubahan nanti.
Ketika reaksi terhadap perubahan
sudah diselaraskan dan semua orang dalam organisasi diminta untuk terlibat
dalam upaya merespon perubahan yang dibutuhkan, perilaku alami manusia ketika
menghadapi keadaan seperti ini adalah sesegera mungkin bergerak kearah usaha
memecahkan masalah, menciptakan arah tertentu untuk memfasilitasi perubahan
yang dibutuhkan.
Pengimplementasian strategi untuk
merespon perubahan dikembangkan di level atas. Sementara pihak-pihak yang akan
mengeksekusi strategi, serta pihak-pihak yang akan menerima dampak dari
strategi tersebut, seharusnya dilibatkan dalam proses perancangan dan
pengembangan strategi. Strategi level atas ini sangat penting untuk menyelaraskan
dan mengklarifikasi tujuan perubahan, juga untuk menetapkan arah yang akan
dituju oleh pengimpelemtasian perubahan. Strategi harus mampu terlihat sebagai
rencana yang fleksibel oleh semua pihak sehingga organisasi mampu beradaptasi
dengan proses perubahan begitu pengimplementasian strategi mulai dijalankan.
3. Tahap implementasi
perubahan
Dalam tahap pengimplementasian,
strategi perubahan yang sudah dirancang dan dikembangkan pada tahap
identifikasi dan pelibatan kemudian diterjemahkan menjadi taktik, atau aksi,
untuk maju ke arah kondisi masa depan organisasi yang diinginkan. Lagi-lagi,
orang menjadi hal yang sangat penting terkati bagaimana proses organisasi dan
teknologi diciptakan dan diimplementasikan. Orang memiliki pengalaman langsung
dengan proses dan teknologi, dan konsekuensinya orang adalah yang paling
memahami/mengetahui tentang bagaimana cara mengelola atau menyesuaikan komponen-komponen
ini untuk mencapai hasil perubahan yang diinginkan.
Kebanyakan kegagalam perubahan
terjadi karena kurangnya waktu dan perhatian yang diberikan untuk dua tahap
awal (identifikasi dan melibatkan) siklus ini. Dilain pihak, kebanyakan
organisasi menghabiskan banyak waktu, usaha dan perhatian mereka untuk tahap
ini, dalam tahap pengimplementasian. Namun, sebagaimana yang sudah diulas di
atas, tanpa peyelarasan yang cukup akan keterganguan yang dirasakan oleh
anggota organisasi dan respon mereka terkait kondisi perubahan, jarang sekali
tercapai proses adaptasi yang sukses.
Selama proses implementasi
berlangsung, anggota organisasi harus mengingat kenapa mereka bekerja keras
untuk mengimplementasikan perubahan. Untuk itu, pimpinan perubahan harus secara
kontinyu mengingatkan anggota organisasi, dengan menggunakan berbagai media
(formal, email, perayaan pencapaian, pecakapan informal) tentang apa perubahan
yang sedang dilakukan dan kenapa perubahan tersebut sangat penting.
Jika organisasi bisa
menyelesaikan dua tahap awal siklus perubahan dengan sukses, maka tahap
implementasi sejatinya akan menjadi kegiatan monitoring untuk para pimpinan,
dan pada tahap ini harus dipastikan bahwa:
· Tugas-tugas
yang berorientasi pada perubahan harus terlaksana sebagaimana yang
direncanakan,
· Semangat dan
antusiasme benar-benar muncul,
· Keselarasan
tetap muncul dalam anggota organisasi.
Jelaslah
sekarang bahwa untuk dapat melakukan perubahan dengan sukses, organisasi harus
meningkat kapasitas semua anggota terkait dengan kemampuan mengelola perubahan.
Kompetensi yang dibutuhkan anggota organisasi untuk dapat
menampilkan partisipasi aktif dalam proses perubahan?
Sangat banyak riset dan literatur
yang mengkaji tema ini, namun jika dirangkum maka kompetensi-kompetensi terkait
pengelolaan perubahan bisa dikategorikan ke dalam 8 kelompok besar (cluster), yaitu:
-
Change Initiation, yaitu kemampuan untuk menciptakan kasus perubahan dan mempertahankan dukungan terhadap perubahan.
- Change Impact, yaitu kemampuan untuk menentukan keluasan, kedalaman, keberlangsungan dan manfaat strategi perubahan.
- Change Facilitation, yaitu kemampuan untuk membantu orang lain, melalui pemfasilitasan yang efektif, melalui pemahaman mendalam tentang dinamika perubahan pada manusia dan mengembangkan kepercayaan diri terkait pencapaian sasaran perubahan yang telah ditetapkan.
- Change Leadership, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi dan mengembangkan rasa antusiasme orang lain, melalui usaha mendukung secara personal, penyampaian visi dan uapaya mendorong, dan mendapatkan sumberdaya untuk membangun dasar yang kuat untuk melakukan perubahan.
- Change Learning, yaitu kemampuan untuk mengamati/memindai, merefleksikan, dan mengidentifikasi pembelajaran yang dibutuhkan serta memastikan pemahaman yang sudah didapatkan digunakan untuk pengembangan kapasitas diri, kelompok dan organisasi.
- Change Execution, yaitu kemampuan untuk menformulasikan dan memandu pengimplementasian rencana perubahan dengan mekanisme sasaran, sumberdaya, matriks, dan pengkajian ulang yang tepat.
- Change Presence, yaitu menampilkan komitmen personal yang kuat untuk mencapai sasaran-sasaran perubahan dengan integritas dan semangat, sementara itu tetap memelihara objektifitas dan resiliensi (ketabahan) pribadi.
- Change Technology, yaitu pengetahuan dan keahlian untuk pengaplikasian teori-teori, alat bantu dan proses perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar